momen evakuasi warga akibat serangan udara israel (foto:detik.net)
Okeberita.com - Ketegangan kembali memuncak di Jalur Gaza. Pejabat tinggi Israel secara
terbuka mengancam akan memperluas operasi militer jika proses negosiasi
gencatan senjata dan pertukaran sandera dengan Hamas tidak menunjukkan
kemajuan. Situasi ini menempatkan wilayah Gaza dalam kondisi darurat baru, dan
memicu kekhawatiran dunia internasional akan terjadinya eskalasi konflik yang
lebih luas.
Menurut laporan dari media Amerika Serikat, Axios, peringatan tersebut
muncul bersamaan dengan perintah evakuasi warga sipil dari bagian tambahan Kota
Gaza ke wilayah selatan. Langkah ini dianggap sebagai sinyal serius bahwa
Israel sedang mempersiapkan serangan darat berskala besar seperti yang
sebelumnya dilakukan di Rafah.
Pejabat senior Israel yang tidak disebutkan namanya menyampaikan kepada
Axios bahwa, "Kami akan lakukan di Kota Gaza dan kamp-kamp pusat seperti
yang kami lakukan di Rafah. Semuanya akan berubah menjadi debu." Ucapan
tersebut menjadi bukti bahwa opsi militer kini berada di garis depan jika
diplomasi kembali gagal.
Israel Siapkan Serangan Darat Jika Negosiasi Gagal
Peringatan terbaru dari pihak Israel menandakan bahwa harapan gencatan
senjata kini berada dalam ancaman serius. Pemerintah Israel menyatakan tidak
memiliki pilihan lain selain meningkatkan operasi militer jika Hamas terus
menolak proposal terbaru yang diajukan oleh Amerika Serikat melalui Qatar.
Negosiasi yang sedang berlangsung difasilitasi oleh AS, dengan dukungan
Qatar dan Mesir. Namun, pembahasan masih terhambat oleh perbedaan mendasar
antara tuntutan Hamas dan syarat-syarat yang ditetapkan oleh Israel.
AS Tekan Hamas Terima Gencatan Senjata 60 Hari
Presiden AS Donald Trump telah menyatakan bahwa Israel telah menyetujui
seluruh "persyaratan yang diperlukan" dalam proposal gencatan senjata
sementara selama 60 hari. Ia secara terbuka mendesak Hamas untuk menyetujui
kesepakatan yang telah diajukan melalui jalur diplomatik Qatar.
Menurut Axios, pengumuman tersebut disampaikan usai pertemuan antara
utusan AS, Steve Witkoff, dengan Menteri Urusan Strategis Israel, Ron Dermer,
di Gedung Putih. Dalam pertemuan itu, dibahas secara mendalam proposal gencatan
senjata yang mencakup skenario pertukaran sandera dan bantuan kemanusiaan.
Gencatan Senjata Sementara, Tapi Hamas Tuntut Permanen
Masalah utama dalam perundingan adalah soal status gencatan senjata.
Hamas bersikukuh agar kesepakatan apapun yang disepakati di atas meja negosiasi
harus menjamin gencatan senjata permanen, termasuk penarikan total pasukan
Israel dari Jalur Gaza.
Namun, Israel menolak memberi komitmen terhadap gencatan senjata
permanen. Mereka juga diketahui pernah membatalkan kesepakatan tiga fase yang
disepakati pada Januari lalu dan kembali melakukan pemboman setelah negosiasi
dinilai menemui jalan buntu.
Israel Minta Hamas Meletakkan Senjata dan Tinggalkan Gaza
Selain menolak gencatan senjata permanen, Israel juga mengajukan syarat
tambahan yang menjadi hambatan serius dalam perundingan. Salah satunya adalah
keharusan Hamas untuk meletakkan senjata, menyerahkan kendali penuh atas Gaza,
dan memindahkan para pemimpinnya ke luar wilayah tersebut.
Bagi Hamas, syarat itu adalah "garis merah". Mereka menyatakan
tidak akan melucuti senjata selama pendudukan Israel di wilayah Palestina masih
terus berlangsung. Posisi inilah yang membuat pembicaraan tidak kunjung
menemukan titik temu.
Proposal AS: 60 Hari Gencatan Senjata, Pertukaran Tawanan
Dalam proposal yang diajukan Amerika Serikat, disebutkan rencana gencatan
senjata selama 60 hari yang disertai dengan:
- Penarikan bertahap pasukan Israel
berdasarkan peta yang disepakati
- Masuknya bantuan kemanusiaan ke
wilayah Gaza
- Pembebasan 10 warga Israel yang
masih hidup
- Penyerahan jenazah 18 warga
Israel yang telah meninggal
- Pertukaran dengan 1.100 warga
Palestina yang saat ini berada dalam penjara Israel
Proposal ini juga menyebutkan bahwa negosiasi akan dilanjutkan untuk
membahas gencatan senjata permanen dan penyelesaian akhir konflik, termasuk
"penempatan kembali dan penarikan pasukan Israel secara penuh".
Hamas Ajukan Balasan Proposal
Menanggapi tawaran tersebut, Hamas mengajukan balasan yang berisi
beberapa poin penting. Salah satunya adalah tuntutan agar negosiasi gencatan
senjata permanen dimulai sejak hari pertama perjanjian gencatan sementara
diberlakukan.
Selain itu, Hamas juga meminta agar pemerintahan Trump memberikan jaminan
resmi bahwa negosiasi akan berjalan secara berkelanjutan hingga tercapai
penyelesaian politik yang menyeluruh atas konflik yang telah berlangsung lebih
dari tujuh dekade ini.
Gaza di Ambang Bencana Kemanusiaan Baru
Dengan peringatan terbaru dari Israel, nasib warga sipil di Gaza kembali
berada dalam ketidakpastian. Seruan untuk evakuasi dari Kota Gaza menjadi
pertanda bahwa operasi militer dalam waktu dekat dapat menimbulkan gelombang
pengungsian dan korban jiwa dalam jumlah besar.
Komunitas internasional menyerukan kepada semua pihak agar menahan diri
dan kembali ke meja perundingan demi menghindari tragedi kemanusiaan yang lebih
luas. Situasi di Gaza kini tidak hanya menjadi isu regional, tetapi sudah
menyentuh ranah kemanusiaan global.
Kesimpulan
Ketegangan antara Israel dan Hamas kembali mencapai titik kritis. Upaya
diplomatik yang digagas oleh AS, Qatar, dan Mesir masih terhambat oleh
perbedaan sikap mendasar dari kedua belah pihak. Israel mengancam memperluas
operasi militer, sementara Hamas bersikeras pada hak atas perlawanan dan
gencatan senjata permanen.
Jika kesepakatan tidak segera tercapai, kemungkinan besar Jalur Gaza akan kembali menjadi medan tempur yang mengorbankan ribuan nyawa warga sipil. Harapan satu-satunya kini berada pada keberhasilan diplomasi tingkat tinggi dalam beberapa hari ke depan.
Demikian berita ini kami sampaikan berdasarkan informasi dari sindonews.com